Senin, 27 Februari 2017

Mengantri dan matematika

Belajar dari Hal yg kecil... 😉 MENGAPA GURU DI NEGARA MAJU LEBIH KHAWATIR JIKA MURIDNYA TIDAK BISA MENGANTRI KETIMBANG TIDAK BISA MATEMATIKA ? INILAH JAWABANNYA : Seorang guru di Australia pernah berkata : “Kami tidak terlalu khawatir anak2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika”. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.” Saya tanya "kenapa begitu?” Jawabnya : 1. Karena kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri. 2. Karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dsb. 3. Karena semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak. ”Apakah pelajaran penting di balik budaya MENGANTRI?” ”Oh banyak sekali.." 1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal. 2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya jika ia mendapat antrian di tengah atau di belakang. 3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal. 4. Anak belajar disiplin, setara, tidak menyerobot hak orang lain. 5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri) 6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain di antrian. 7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya. 8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang. 9. Anak belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain 10. Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain. 11. Dan masih banyak pelajaran lainnya, silakan anda temukan sendiri.. FAKTANYA di Indonesia.. Banyak orang tua justru mengajari anaknya dlm masalah mengantri dan menunggu giliran, Sebagai berikut : 1. Ada orangtua yang memaksa anaknya untuk ”menyusup” ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata ”Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja !!” 2. Ada orangtua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian. 3. Ada orangtua yang memakai taktik atau alasan agar dia atau anaknya diberi jatah antrian terdepan, dengan alasan anaknya masih kecil, capek, rumahnya jauh, orang tak mampu, dsb. 4. Ada orang tua yang marah-marah karena dia atau anaknya ditegur gara-gara menyerobot antrian orang lain, lalu ngajak berkelahi si penegur. 5. Dan berbagai kasus lain yang mungkin pernah anda alami. Yuk kita ajari anak-anak kita, kerabat dan saudara untuk belajar etika sosial, khususnya ANTRI. Budaya SUAP dan KORUPSI juga dimulai dari tidak mau belajar mengantri.....

Selasa, 06 Mei 2014

MANAJEMEN ETIKA

Soul's Bread: Erry R. Hardjapamekas Vincent, seorang Kepala Pemasaran sebuah perusahaan "hitech" dengan tingkat persaingan yang sangat ketat, sedang mencari seorang "Sales Representative" yang unggul dan handal. Dari sekian puluh lamaran dan setelah melakukan serangkaian wawancara, ia menemukan seorang yang dianggap paling tepat ditinjau dari berbagai sisi. Namanya Victor. Vincent hampir memutuskan untuk menerima Victor (sambil menunggu beberapa kontak telepon untuk mengecek beberapa referensi tentang Victor) ketika Victor tersenyum, meraih tas kantornya dan mengeluarkan amplop. Dari dalam amplop itu Victor mengeluarkan sebuah disk komputer, dan memegangnya dengan hati-hati bak batu mulia berharga sangat mahal. "Dapatkan anda menebak apa isi disk ini?" tanya Victor. Vincent menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu. Dengan tetap tersenyum, Victor mendengus untuk meyakinkan dirinya, kemudian menjelaskan betapa disk itu berisi informasi rahasia tentang persaingan perusahaan Vincent, yakni perusahaan tempat Victor bekerja sebelumnya. Di dalamnya tersimpan data tentang profil para pelanggan dan data biaya penawaran dalam tender kontrak peralatan militer dimana perusahaan Vincent pun ikut pula dalam tender tersebut. Setelah wawancara selesai, Victor berjanji apabila ia diterima menjadi "Sales Representative", maka disk itu dan beberapa disk serupa lainnya akan ia berikan pada Vincent. Kepala Pemasaran itu kini berada di tengah dua kutub. Satu kutub berisi pertanyaan, bagaimana bisa ada orang yang berperilaku dan mampu berbuat seperti itu. Kutub lainnya berisi kebimbangan, bila ia menerima orang itu berarti ia mendapatkan sesuatu yang setara dengan tambang emas saja. Ini perang batin antara soal etika dan laba. Silakan anda membantu Vincent mengambil keputusan. Pojok Renungan Editor: Dalam berbagai skala, mulai dari yang ringan sampai ekstrim, kita menjumpai hal-hal semacam ini. Mungkin kita menemukan selembar uang di jalan, atau segebok uang salah transfer dalam rekening bank kita. Semuanya bisa jadi menimbulkan perang batin yang hanya kita sendiri yang mampu memecahkannya. Contoh soal di atas mungkin dengan mudah dipecahkan, karena itu hanyalah sebuah contoh soal. Jauh lebih penting adalah bagaimana sikap kita jika benar-benar menghadapinya. (Disadur dari: Erry Riyana Hardjapamekas, Esensi Kepemimpinan)

Senin, 30 Desember 2013

JADI SASARAN KEBENCIAN

Tanya: Enam bulan ini saya bekerja sebagai sekretaris direktur pabrik di sebuah perusahaan nasional. Atasan saya adalah seorang pria berumur 51 tahun. Beliau baru bekerja di sini sekitar 2-3 tahun. Sebelumnya beliau bekerja di beberapa perusahaan multinasional asing selama puluhan tahun. Baru beberapa hari bekerja saya sudah merasakan bahwa banyak karyawan lama yang tidak suka pada atasan saya ini. Beliau dikenal suka berbicara ceplas-ceplos, tidak menghiraukan perasaan orang lain, kritis sekali, tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dan selalu berbicara dengan nada tinggi, seolah-olah marah. Mungkin beliau memang sedang marah. Tapi sebenarnya beliau ini pandai sekali. Ide-idenya banyak yang bagus. Sayang tidak semua idenya bisa dijalankan. Saya tidak tahu kenapa. Tetapi atasan saya sering mengeluh bahwa orang-orang di perusahaan ini tidak mudah berubah. Mungkin karena mereka sudah bekerja puluhan tahun di pabrik ini. Masalahnya, tiba-tiba saya kok jadi sasaran kebencian dari para manajer dan karyawan lain. Saya berusaha menjelaskan apa sebenarnya yang diinginkan oleh beliau, tetapi saya malah dianggap membela dan membenarkan perilaku beliau yang tidak disukai karyawan. Saya jadi serba salah dan tidak bisa bekerja dengan baik. Tidak sedikit manajer yang bersikap sinis terhadap saya, tetapi mereka tidak berani menunjukkan ketidaksetujuan mereka pada atasan saya. Saya jadi tidak betah bekerja dengan suasana seperti ini. Pokoknya serba salah. Mohon masukannya ya. Makasih. (Tta) Jawab: Mbak Tta yang baik, terima kasih atas emailnya yang panjang lebar. Situasi yang anda hadapi ini memang kurang mengenakkan, tapi percayalah, itu sangat menantang. Menurut kami, anda telah berusaha menghadapi situasi ini dengan cara yang baik, yaitu menjelaskan pada karyawan apa yang dimaui sang direktur. Tapi sayang, mereka malah menganggap anda membela dan membenarkan perilaku sang direktur yang tak mereka sukai. Padahal, sebagai orang yang sehari-hari bekerja dekat dengan sang direktur, wajar kalau anda cukup mengenal beliau. Penjelasan anda semestinya merupakan umpan balik bagi para manajer agar mereka lebih bisa menghadapi sang direktur. Teruskan upaya anda ini. Namun, jangan lupa, perhatikan cara anda menyampaikannya. Jangan sampai keinginan anda yang baik ini justru menafikan apa yang dimaui oleh para manajer tersebut. Langkah selanjutnya adalah bagaimana anda bisa menyampaikan apa yang sebenarnya diinginkan para karyawan pada sang direktur. Mungkin anda khawatir kalau-kalau dianggap menggosip atau menjelek-jelekkan orang lain. Oleh karena itu coba gali lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap-sikap yang tidak mengenakkan ini. Apakah menurut anda terjadi perbedaan "budaya" antara sang direktur dengan karyawan. Bukankah anda mengatakan bahwa sang direktur yang berumur 51 tahun ini sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di perusahaan multinasional asing. Budaya kerja seperti; keterbukaan, mandiri, berani mengambil keputusan sendiri, berani menghadapi konflik dan bersaing secara ketat, yang biasanya berkembang di perusahaan-perusahaan multinasional sedikit banyak tertanam dalam kepribadian sang direktur. Agaknya budaya kerja yang berkembang di perusahaan anda tidak sepenuhnya bisa dihadapi dengan cara yang sama sebagaimana sang direktur hadapi dulu. Bukankah para manajer tampak "ya ya ya" di hadapan beliau, tetapi di belakang mereka menunjukkan ketidaksepakatannya. Memang tidak gampang mengubah kepribadian seseorang, namun itu bukan berarti tidak bisa dihadapi. Coba pelajari sebenarnya sikap yang bagaimana yang diinginkan oleh para bawahan beliau. Apakah mereka ingin bahwa setiap ide beliau itu sebelum benar-benar dijalankan sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu dengan para manajer? Bila ya, dapatkah anda mencari cara yang baik untuk menyampaikan hal ini pada sang direktur? Katakan bahwa ide beliau itu akan sangat didukung dan dijalankan, kalau para manajer merasa bahwa ide tersebut adalah ide mereka juga. Tawarkan pada manajer terkait, apakah mereka perlu waktu khusus dengan sang direktur untuk membicarakan hal-hal teknis demi pelaksanaan ide sang direktur. Doronglah mereka untuk berani mengemukakan pendapat meski berbeda. Yakinkan bahwa sanng direktur takkan keberatan dengan perbedaan pendapat, asal disampaikan dan didukung dengan dasar yang baik. Kemudian, sampaikan pada sang direktur bahwa mungkin para manajer perlu penjelasan lebih dalam dan memerlukan waktu untuk berbicara secara baik-baik? Cobalah menjadi seorang diplomat yang membawa misi perdamaian. Apakah sang direktur tidak disukai karena suka mengkritik tajam? Jika ya, dapatkah anda menemukan sesuatu dari pekerjaan para manajer yang patut dipuji dan dihargai? Meskipun itu tampaknya "remeh-temeh" saja. Misal, laporan yang rapi, lingkungan pabrik yang bersih, sikap sopan santun, dan lain-lain. Tidak salahnya kan kalau anda menyatakan penghargaan anda di depan sang direktur. Dengan demikian, sang direktur pun tergerak untuk mengakuinya juga. Mudah-mudahan dengan demikian beliau bisa mengimbangi kritiknya dengan penghargaan. Sadari bahwa tugas anda adalah seorang sekretaris yang bertujuan mempermudah kerja atasan anda. Tentu anda tidak diperkenankan melampaui kewenangan itu dan mencampuri urusan orang lain terlalu jauh. Dalam hal ini peran anda adalah sebagai pelumas agar hubungan antara sang direktur dan karyawan berjalan dengan baik. Tentu ada maksud tertentu, mengapa perusahaan memilih beliau sebagai pimpinan di perusahaan ini. Mungkin, pemilik perusahaan melihat perlunya perubahan besar terjadi di perusahaannya. Dan itu diperlukan seseorang yang benar-benar berbeda. Amati situasi yang terjadi dengan hati lapang. Anda tidak perlu merasa menjadi sasaran kebencian. Para karyawan itu mungkin hanya kesal, bukan benci. Dengan demikian anda tak perlu larut dalam pergolakan emosi masing-masing pihak. Sekali lagi, anda sama sekali bukan sasaran kekesalan mereka. Itu hanya perasaan anda sendiri. Sabar yaa.. Ambil saja keuntungan dari situasi ini. Keuntungan bahwa anda sedang belajar. Bukankah anda sendiri bilang kalau atasan anda ini orangnya pandai. Catat baik-baik ide-ide beliau yang menarik dan bagus. Catat pula pelajaran yang anda petik dari bagaimana menghadapi berbagai macam kepribadian dan budaya perusahaan. Bila anda berhasil menjalankannya, maka diam-diam semestinya perusahaan berterima kasih pada anda. Anda bayangkan saja, ketika sebuah misi perdamaian ditandatangani, mungkin penjuru dunia akan memuji para pemimpin negara yang mendandatangani, tetapi sebenarnya yang patut diacungi jempol adalah para diplomat yang bekerja keras di belakang layar. Dan mereka tidak perlu merasa mendapat pujian, karena yang terpenting adalah misi damai masing-masing negara tercapai. Bersediakah anda melakukan hal ini? Selamat berjuang dan bersabar.

Selasa, 22 Januari 2013

BOTOL MINYAK

Seorang ibu menyuruh seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah botol kosong dan uang sepuluh rupee. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang diperintahkan ibunya. Dalam perjalanan pulang, ia terjatuh. Minyak yang ada di dalam botol itu tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong separuh, ia menemui ibunya dengan menangis, "Ooo... saya kehilangan minyak setengah botol! Saya kehilangan minyak setengah botol!" Ia sangat bersedih hati dan tidak bahagia. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan bersikap pesimis. Kemudian, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah berbahagia. Ia berkata pada ibunya, "Ooo... ibu saya tadi terjatuh. Botol ini pun terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya tumpah semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak." Anak itu tidak bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak bersikap optimis atas kejadian yang menimpanya. Sekali lagi, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee. Anaknya yang ketiga pergi membeli minyak. Sekali lagi, anak itu terjatuh dan minyaknya tumpah. Ia memungut botol yang berisi minyak separuh dan mendatangi ibunya dengan sangat bahagia. Ia berkata, "Ibu, saya menyelamatkan separuh minyak." Tapi anaknya yang ketiga ini bukan hanya seorang anak yang optimis. Ia juga seorang anak yang realistis. Dia memahami bahwa separuh minyak telah tumpah, dan separuh minyak bisa diselamatkan. Maka dengan mantap ia berkata pada ibunya, "Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk bekerja keras sepanjang hari agar bisa mendapatkan lima rupee untuk membeli minyak setengah botol yang tumpah. Sore nanti saya akan memenuhi botol itu." Pojok Renungan Editor: Kita bisa memandang hidup dengan kacamata buram, atau dengan kacamata yang terang. Namun, semua itu tidak bermanfaat jika kita tidak bersikap realistis dan mewujudkannya dalam bentuk KERJA. #William Hart

Rabu, 29 Agustus 2012

GADIS KECIL DAN KOTAK EMAS

Di sebuah keluarga miskin, seorang ayah tampak kesal pada anak perempuannya yang berusia tiga tahun. Anak perempuannya baru saja menghabiskan uang untuk membeli kertas kado emas untuk membungkus sekotak kado. Keesokan harinya, anak perempuan itu memberikan kado itu sebagai hadiah ulang tahun pada sang ayah. "Ini untuk ayah," kata anak gadis itu. Sang ayah tak jadi marah. Namun ketika ia membuka kotak dan mendapatkan isinya kosong, meledaklah kemarahannya. "Tak tahukah kau, kalau kau menghadiahi kado pada seseorang, kau harus memberi sebuah barang dalam kotak ini!" Anak perempuan kecil itu menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia berkata terisak-isak, "Oh ayah, sesungguhnya aku telah meletakkan sesuatu ke dalam kotak itu." "Apa yang kau letakkan ke dalam kotak ini? Bukankah kau lihat kotak ini kosong?" bentak ayahnya. "Oh ayah, sungguh aku telah meletakkan hampir ribuan ciuman untuk ayah ke dalam kotak itu," bisik anak perempuan itu. Sang ayah terperangah mendengar jawaban anak perempuan kecilnya. Ia lalu memeluk erat-erat anak perempuannya dan meminta maaf. Konon, orang-orang menceritakan bahwa, pria itu selalu meletakkan kotak kado itu di pinggir tempat tidurnya sampai akhir hayat. Kapan pun ia mengalami kekecewaan, marah atau beban yang berat, ia membayangkan ada ribuan ciuman dalam kotak itu yang mengingatkan cinta anak perempuannya. Dan sesungguhnya kita telah menerima sebuah kotak emas penuh berisi cinta tanpa pamrih dari orang tua, istri/suami, anak, pasangan, teman dan sahabat kita. Tak ada yang lebih indah dan berharga dalam hidup ini selain cinta. (Disadur dari: Ana Lucia, A Little Girl and The Golden Box)

Senin, 14 Mei 2012

ITU ADALAH AKU

Smiley: Seorang pria mabuk keluar dari bar. Saking mabuknya ia tak lagi mampu mengendarai kendaraannya pulang. Pemilik bar lalu memanggil polisi untuk mengantarkan pria itu pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan pria mabuk itu memberikan petunjuk dimana rumahnya berada. Mereka berputar-putar sekeliling kota, namun pria itu masih belum mampu menunjukkan arah ke rumahnya. Polisi itu mulai kesal. Namun, tiba-tiba pria mabuk itu tampak sadar dengan keadaan. Ketika mereka melewati sebuah pertokoan besar, pria itu tersenyum dan menunjuk, "Ah, aku ingat! Itu adalah toko pakaian dimana istriku suka berbelanja baju." Ketika mereka melewati sebuah pusat kebugaran, ia berseru, "Nah, itu adalah tempat aku dan istriku biasa berolahraga." Kemudian mereka tiba di gerbang sebuah kompleks perumahan elit. Pria itu menunjuk sambil berkata, "Nah, inilah perumahan tempat aku dan keluargaku tinggal. Kita hampir sampai." Tak lama kemudian mereka melewati sebuah rumah baru yang mewah dan besar, pria itu berteriak, "Stop, itu adalah rumahku." Ketika mereka mendekat ke rumah itu, muncul sebuah mobil mewah memasuki halaman rumah itu. Dari dalam mobil itu keluar seorang wanita cantik nan sexy. Pria itu berbisik, "Lihat, itu adalah istriku. Betapa cantiknya ia bukan?" Lalu dari dalam rumah itu keluar seorang pria tampan berpakaian gagah yang menyambut wanita itu dengan mesra. Melihat hal itu, pria mabuk itu langsung berteriak dan menunjuk, "Dan... itulah aku!" Smiley...! Guyonan yang biasa saja bukan? Namun, bukankah itu banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang mengkhayal mengenai kemewahan dirinya, padahal ia tak lebih dari sekedar mabuk dan melalaikan realitanya sendiri.

Minggu, 08 Januari 2012

WAKTUNYA SUDAH HABIS

Martin Rutte
Smiley:

Lelaki itu direktur sebuah perusahaan periklanan yang besar, sedangkan saya hanyalah seorang konsultan manajemen yang masih sangat muda. Saya direkomendasikan kepadanya oleh salah seorang karyawannya yang pernah melihat hasil karya saya dan si karyawan itu berpendapat bahwa saya memiliki sesuatu yang patut ditawarkan. Saya sungguh gelisah. Pada tahapan karier saya waktu itu, tidaklah terlalu sering ada peluang bagi saya untuk berbicara dengan direktur sebuah perusahaan.

Janji pertemuannya jam 10.00 pagi, selama satu jam. Saya tiba agak awal. Tepat ajm 10.00, saya didorong masuk ke sebuah ruangan ebsar yang udaranya segar. Perabotannya berwarna kuning terang. Dia mengenakan kemeja yang lengannya digulung ke atas. Wajahnya tampak garang.

"Waktumu hanya 20 menit," katanya dengan ketus.

Saya duduk dan tak mengucapkan sepatah kata pun.

"Saya bilang, kamu hanya punya waktu 20 menit."

Lagi-lagi saya tak bisa bicara apa-apa.

"Waktumu terus berjalan. Kenapa kamu tidak berbicara apa-apa?"

"Itu kan waktu saya," jawab saya. "Saya bisa melakukan apa saja semau saya selama 20 menit itu."

Dia tertawa tergelak-gelak.

Kemudian, kami bicara selama satu setengah jam. Saya mendapatkan pekerjaan itu.