Rabu, 05 Agustus 2009

KEADILAN DI TEMPAT KERJA

Book Pointer: Corporate Responsibility #11/12
Tom Cannon

Perusahaan menghadapi masalah rumit yang disebabkan oleh sifat dan komposisi pekerja yang ada di perusahaan itu. Ini terkait dengan kesempatan yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat untuk bekerja di perusahaan tersebut, ternyata berbeda. Hal ini tidak bisa diterima begitu saja, karena fungsi ekonomi perusahaan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat jika semua anggota masyarakat mendapat peluang yang sebanding, atau paling tidak, mengambil keuntunan dari penerapan fungsi tersebut. Namun tanpa disadari tak sedikit perusahaan memasang hambatan dan ketidakberuntungan bagi anggota masyarakat tertentu, seperti wanita, etnis minoritas, dan orang-orang cacat.
Kini perusahaan ditantang tanggung jawabnya untuk mengenyahkan hambatan-hambatan itu dan menempatkan keadilan sebagai agenda bisnis pada dekade mendatang. Dan ini sudah seharusnya dilakukan mulai dari sekarang.

BEBERAPA CONTOH

Setiap tahun ARCO mempunyai kebijakan perusahaan untuk "memeriksa ulang kinerja pemberian kerja secara merata dari sepuluh perusahaannya yang beroperasi". Levi Strauss mempunyai komitmen pada publik untuk "mempekerjakan orang tanpa mempertimbangkan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, usia, bangsa, cacat, atau penampilan". Sedangkan IBM menempatkan pemerataan kesempatan dalam inti nilai perusahaan. Control Data berusaha menolong orang-orang yang terhambat melalui motto mereka, "keuntungan industri adalah dengan memperluas penampungan bagi pekerja trampil". Semua kebijakan ini muncul sebagai akibat munculnya kesadaran sekaligus tekanan dari pembuat peraturan pemerintah, masyarakat, serta perkembangan pemikiran
yang menekankan pada keadilan kesempatan. Selain itu, komitmen individu dari pemimpin perusahaan memainkan peranan yang penting dalam membentuk agenda tersebut.

DISKRIMINASI: SIFAT DAN SKALA MASALAH

Di Inggris ada tiga kelompok yang menghadapi persoalan serius dalam merealisasi potensinya, yaitu wanita, etnis minoritas, dan orang-orang cacat. Pembagian ini tidak mengurangi kesulitan yang di hadapi masyarakat.

Wanita - wanita adalah sebagian terbesar dari kelompok yang menghadapi masalah diskriminasi. Padahal kontribusi wanita terhadap industri dunia terus meningkat. Persoalan yang dihadapi wanita adalah mereka bekerja berlebihan dalam lingkup sempit sektor industri dan hanya bisa meraih kelompok jabatan tertentu saja. Kehidupan pekerjaan mereka berbeda secara mendasar dibanding rekan pria. Wanita lebih sulit mendapatkan pekerjaan setelah berhenti bekerja. Kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih buruk lebih besar daripada pria berusia separoh baya. Keselamatan kerjanya kurang. Rata-rata tingkat upah yang diterimanya hanya 70% dari rata-rata tingkat upah pria dengan pekerjaan yang sama. Wanita berada di pasar tenaga
kerja kelas dua. Ini ditandai dengann upah yang rendah, jabatan yang tidak aman, dan kondisi kerja yang jelek. Demikian laporan dari Carter, S. dan Cannon, T, dalam "Women as Entrepreneurs", tahun 1991. Dan pola semacam ini secara umum dapat ditemukan di seluruh Eropa. Pendidikan tidak mengurangi perbedaan ini. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi tetap saja lebih buruk ketimbang pria yang kurang pendidikan. Tingkat pengangguran di kalangan wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal lebih banyak dua atau tiga kali lipat daripada pria yang juga berperan sebagai orangtua tungal. Pola ini tidak berubah selama beberapa waktu terakhir. Mereka tetap bekerja dengan bayaran rendah dan ditempatkan pada posisi yang tidak terampil atau semi terampil.

Etnis Minoritas - Kesulitan yang dihadapi etnis minoritas lebih dipersulit dengan adanya variasi lokal dan regional serta perbedaan antar etnis.
Terkonsentrasinya masyarakat minoritas di bagian tertentu dalam suatu kota dan dengan ketrampilan mereka yang rendah, membuat mereka rentan terhadap perubahan ekonomi. Kesempatan mendapat pendidikan, pelatihan, dan pengembangan juga terbatas. Rata-rata pendidikan mereka rendah. Peran serta dalam program pelatihan di dalam dan di luar sangat buruk. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa para bos kurang suka mengirim anggota masyarakat minoritas ke kursus pelatihan di luar; mereka lebih suka mengirim anggota masyarakat mayoritas. Tingatk mendapat pendidikan tinggi juga rendah
dan lebih sedikit lagi yang mengambil program MBA, atau program lain yang setara. Jumlah anggota yang menduduki jabatan manajemen senior atau menengah juga suram.

Orang-orang Cacat - Informasi peluang pengembangan karier penyandang cacat sangat buruk. Selain itu, penyandang cacat juga menunjukkan mendapat hambatan berupa buruknya prospek pekerjaan, kurangnya pelatihan, dan seriusnya masalah akses serta dukungan. Di beberapa negara, sudah diakui bahwa penyandang cacat bukanlah orang yang tidak beruntung. Namun, kenyataannya masih saja upah yang mereka terima rendah dan pengangguran yang tinggi. Banyak tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang cukup, seperti jalur yang melandai.

TANTANGAN

Perusahaan kini dituntut untuk memperluas peluang tanpa memperhitungkan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, usia, kebangsaan, cacat, atau ketertarikan sosial. Dan ini menjadi tanggung jawab perusahaan. Kewaspadaan adalag kata kunci yang penting. Banyak manajer atau staff bagian rekruitmen yang tidak menyadari pola diskriminasi yang timbul dalam kegiatan mereka sehari-hari. Perlu membersihkan diri dari prasangka terhadap gagasan keadilan dan persamaan. Bagaimana pun bagi perusahaan ini berguna agar mereka tidak kehilangan bakat dan kemampuan yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar